Saat beres-beres gudang, saya menemuka wadah tinta bak (tinta cina) & pen tutul. Pen tutul ini entah namanya apa, yaitu batangan kayu (kalam) yang ujungnya diberi mata pena, biasa diasah sesuai ukuran ingin menulis seberapa besar. Wadah tinta baknya terbuat dari kuningan, isinya masih ada, saya coba beri air dan mencoba menulis, masih lumayan bisa meskipun mata penanya agak rusak padahal sudah tidak pernah terpakai sekitar 15-16 tahun.Saya ingat dulu perjuangan membuat tinta bak yang tidak berbau itu membutuhkan beberapa kali experimen, tinta batangan direndam sedikit air panas lalu digosok hingga batangan tinta itu larut dan mencair lalu dipadukan dengan serat pisang (harus serat pisang) dan baru kemudian dimasukan wadah kuningan, proses yang lumayan cukup lama yang sayangnya bagi yang kurang apik memprosesnya biasanya akan menghasilkan tinta yang bau (bacin).
Berhasil membuat tinta bak yang tidak berbau itu rasanya sudah merupakan prestasi sekali. Itu dulu, dulu sekali saat santri belum kenal bolpen Rotring, Steadler dan lalu kemudian yang menjadi pena favorit sejuta santri adalah Hi-tech ukuran 0.3 mm buatan pabrik Pilot jepang, belum lama saya liat ada pedagang kaki lima yang jual duplikasinya, namanya aneh2 hi-grade, hi-touch, dan hi hi yang lainnya. Masih banyakkah kini santri yang memproses tinta baknya sendiri?
AB Hikam
Latest posts by AB Hikam (see all)
- Silabus FIQIH I - October 16, 2015
- TA’RIF - September 23, 2015
- Imlek - February 18, 2015