Rajab, dan tiba-tiba wall Fb dan tweet pun ramai antara membicarakannya, kisarannya masih sama antara yang memanfaatkannya berdo’a, berpuasa dan menyemarakkan Rajab sementara di fihak lainnya yang mewanti-wanti agar jangan melakukan kebid’ahan Rajab.Mungkin itu lah dinamika, toh nanti Sya’ban bakal begitu lagi, lalu Muharram juga sama bakal ribut lagi, apalagi Maulid . Rajab yang saya ingat adalah Rajab dimana orang tua menganjurkan anaknya berpuasa sunah, Rajab yang semalaman suntuk pada malam 27 Rajab mengkhatamakan kitab dardir tentang kisah Mi’raj.
kitab setebal 28 halaman ini dibaca semalam suntuk tepat di malam 27 Rajab lalu dikhatamkan dini hari ditutup dengan sahur bersama, sebetulnya kadang yang dibaca memang bukan hasyiyahnya tapi matannya yaitu qisah mi’raj yang dikarang oleh Najmuddin Al Ghaity, ulama besar abad ke 10 Hijriyah (910-981 H) ini adalah murid Syaikhul islam Zakariya al Anshory (823-926 H), Syekh Najmuddin juga menyusun kitab tentang fadhilah Nishfu Sya’ban yang berjudul Mawahibul Karimil Mannal fil Karam ‘ala Lailati Nisfi min Sya’ban.
Kisah mi’raj yang disusun oleh Syekh Najmuddin ini yang kemudian dikomentari oleh Syaikh Ahmad Dardir (1127-1201), Syekh Dardir mungkin lebih terkenal di Indonesia karena karyanya dalam bidang tauhid Khoridatul Bahiyyah banyak dikaji di pondok pesantren, Syekh Dardir juga mempunyai murid yang banyak dikenal di indonesia yaitu Syekh Ahmad bin Muhammad As Showi (1175-1241) yang karyanya Hasyiyah Shawi ala tafsir Jalalain banyak dipakai di pesantren.
Rajab tahun ini saya menikmati polemik dua orang ulama besar yaitu Ibnu Shalah (557-643 H) dan Izzudin bin Abdus salam (577-660 H) tentang Shalat Raghaib yang biasa dikerjakan di Baitul Maqdis pada kamis pertama bulan Rajab, Ibnu Sholah yang seorang muhadits kenamaan -pengarang Muqoddimah Ibnu Sholah yang kitabnya hingga kini masih banyak dikaji- meski beberapakali dalam fatwanya menganggapnya sebagai bid’ah tapi belakangan beliau memperbolehkannya, hal ini ditentang oleh ‘izzzudin (Sulthanul ‘Ulama Pengarang Qawa’idul Ahkam) yang lantas mengarang At Targhib ‘an Shalat Raghaib Al Maudu’ah, Ibnu Sholah membalasnya dengan menulis Ar Radd ‘ala Targhib, lantas Izzudin pun mebalasnya dengan menulis Tafnid Radd.
Toh sebetulnya dua orang ini bukan orang lain, mereka mengaji pada guru yang sama, kedua-duanya adalah murid Fakhrudin ibn ‘Asakir (550-620 H) penyusun Tarikh Dimasyq dan sempat pula menyusun risalah kecil tentang keutamaan bulan Rajab yang diberinya judul Fadlu Rajab.
Sebetulnya ada beberapa kali Syekh izzudin dan Ibnu Shalah berpolemik, misalnya soal bau mulut harum orang puasa yang termaktub dalam hadits, rupa-rupanya memang beliau berdua sering kali berpolemik, paling tidak jika kita melihat komentar Ad Darimi (742-808 H) dalam kitabnya Hayatul Hayawan yang berkata demikian saat mengomentari khilaf antara Ibnu Sholah dan Izzudin : والذي ينبغي أن يعلم أن جميع ما وقع فيه الخلاف بينهما، فالصواب منه ما قاله الشيخ عز الدين بن عبد السلام، إلا هذه المسألة، فإن الصواب فيها ما قاله الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمهم الل ini saat membahas bau mulut orang yang berpuasa. polemik orang-orang berilmu dan beradab memang mengayakan ilmu, polemik wacana dibalas wacana, risalah di balas risalah sama seperti misalnya jika kita mau menghitung berapa banyak kitab yang ditulis saat terjadinya Polemik kubu Sakhawi (831-902 H) dengan kubu Suyuthi (849-911) #… اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan Ramadhan
AB Hikam
Latest posts by AB Hikam (see all)
- Silabus FIQIH I - October 16, 2015
- TA’RIF - September 23, 2015
- Imlek - February 18, 2015