Siapa pun tahu jika hadits itu sumber utama hukum islam. tapi kadang yang menjadi masalah, beberapa orang mudah ‘terburu-buru’ menyimpulkan makna hadits, mudah memberinya ‘status’ tanpa mengikuti kaidahnya, tanpa mengkomprasikannya dengan disiplin ilmu yang lain atau bahkan dengan hadits-hadits lainnya.Bisa jadi faktor ini lah yang dulu membuat Imam Syafii akhirnya memformulasikan Ushul Fiqihnya. tak heran jika pakar hadits sekaliber Imam Ahmad begitu mengagumi Imam Syafii, Imam Ahmad sempat berucap: ما كنا ندري ما العام ولا الخاص ولا الناسخ من المنسوخ حتى جاء الشافعي kita tidak pernah tahu apa itu ‘am, khos, nasikh & mansukh’ sampai Imam Syafii mengajarkannya pada kita.
A’masy, ulama Kufah di abad II yang masih terhitung guru Abu Hanifah seringkali terheran-heran dengan kefaqihan Abu Hanifah, pernah beliau bertanya kepada Imam Hanafi: darimana engkau memperoleh jawaban fiqih dari kasus ini? sang Imam menjawab dari hadits-hadits yang kau ajarkan padaku.
Dari sini, sering muncul istilah kiasan ‘dokter dan tukang obat’. faqih (dengan analisa fiqih mampu mendiagnosa kasus fiqih dan memberikan hukum) sebagai dokter dan muhadits (dengan perbendaharaan haditsnya yang melimpah dan berpotensi menjadi sumber hukum) sebagai tukang obat.
Tentu saja, ini tidak lantas mengkatagorikan bahwa seorang faqih lemah di bidang hadits atau lantas seorang muhadits lemah di bidang fiqih, tapi proporsi dan konsentrasi pola kerja. toh bukankah nabi juga pernah bersabda نضر الله امرأ سمع منا حديثاً فحفظه حتى يبلغه غيره، فإنه ربَّ حامل فقه ليس بفقيه، ورب حامل فقه إلى من هو أفقه منه Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dari kami, kemudian dia menyampaikan (kepada orang lain) sebagaimana yang dia dengar. dan barangkali orang yang membawa fiqih bukan seorang yang faqih, Bisa jadi orang yang diberi kabar darinya lebih paham dari dia (yang mendengar langsung).
Ada banyak sekali kita temui muhadits yang sekaligus faqih atau sebaliknya faqih yang sekaligus muhadits, seorang dokter yang meramu obatnya sendiri . saat ini, banyak pengkaji fiqih yang kurang mendalami hadits atau sebaliknya pengkaji hadits yang kurang mendalami fiqih.
Syekh muhammad ghazali kelihatan gregetan sekali dengan fenomena ini dan lantas menuliskannya dalam السنة النبوية بين أهل الفقه وأهل الحديث . dan tragisnya di masa ini, barangkali kita juga pun sudah akan kesulitan menemukan yang benar-benar dokter (faqih) atau yang benar-benar apoteker (muhadits), barangkali, yang banyak ditemui adalah tukang sayur (yang menemukan, memulung atau hanya memungut beberapa hadits) dan koki (yang mengolah bahan-bahan hadits mentah tersebut menjadi sebuah makanan). tapi lagi-lagi, barangkali ini juga bisa jadi hanya sebuah barangkali
AB Hikam
Latest posts by AB Hikam (see all)
- Silabus FIQIH I - October 16, 2015
- TA’RIF - September 23, 2015
- Imlek - February 18, 2015